Board Of Scholors

Our Scholar Whose Knowledge Is Useful For Others

No Hadist 261

261 - باب بيان مَا يجوز من الكذب اعلَمْ أنَّ الكَذِبَ، وإنْ كَانَ أصْلُهُ مُحَرَّمًا، فَيَجُوزُ في بَعْضِ الأحْوَالِ بِشُروطٍ قَدْ أوْضَحْتُهَا في كتاب: «الأَذْكَارِ» ، ومُخْتَصَرُ ذَلِكَ: أنَّ الكلامَ وَسيلَةٌ إِلَى المَقَاصِدِ، فَكُلُّ مَقْصُودٍ مَحْمُودٍ يُمْكِنُ تَحْصِيلُهُ بِغَيْرِ الكَذِبِ يَحْرُمُ الكَذِبُ فِيهِ، وإنْ لَمْ يُمْكِنْ تَحْصِيلُهُ إِلاَّ بالكَذِبِ، جازَ الكَذِبُ. ثُمَّ إنْ كَانَ تَحْصِيلُ ذَلِكَ المَقْصُودِ مُبَاحًا كَانَ الكَذِبُ مُبَاحًا، وإنْ كَانَ وَاجِبًا، كَانَ الكَذِبُ وَاجِبًا. فإذا اخْتَفَى مُسْلِمٌ مِنْ ظَالِمٍ يُريدُ قَتْلَهُ، أَوْ أَخذَ مَالِهِ وأخفى مالَه وَسُئِلَ إنْسَانٌ عَنْهُ، وَجَبَ الكَذِبُ بإخْفَائِه. وكذا لو كانَ عِندَهُ وديعَةٌ، وأراد ظالمٌ أخذها، وجبَ الكذبُ بإخفائها. وَالأحْوَطُ في هَذَا كُلِّهِ أن يُوَرِّيَ. ومعْنَى التَّوْرِيَةِ: أَنْ يَقْصِدَ بِعِبَارَتِهِ مَقْصُودًا صَحيحًا لَيْسَ هُوَ كَاذِبًا بالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ، وإنْ كَانَ كَاذِبًا في ظَاهِرِ اللَّفْظِ، وبالنِّسْبَةِ إِلَى مَا يَفْهَمُهُ المُخَاطَبُ، وَلَوْ تَرَكَ التَّوْرِيَةَ وَأطْلَقَ عِبَارَةَ الكَذِبِ، فَلَيْسَ بِحَرَامٍ في هَذَا الحَالِ. وَاسْتَدَل العُلَمَاءُ بِجَوازِ الكَذِبِ في هَذَا الحَالِ بِحَديثِ أُمِّ كُلْثُومٍ رَضِيَ اللهُ عنها، أنها سمعتْ رسُولَ الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: «لَيْسَ الكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا». متفق عَلَيْهِ. زاد مسلم في رواية: قالت أُمُّ كُلْثُومٍ: وَلَمْ أسْمَعْهُ يُرَخِّصُ في شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ إِلاَّ في ثَلاَثٍ، تَعْنِي: الحَرْبَ، والإصْلاَحَ بَيْنَ النَّاسِ، وَحَديثَ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ، وَحديثَ المَرْأَةِ زَوْجَهَا.

Bab 261. Uraian Perihal Dusta Yang Dibolehkan  Ketahuilah bahwasanya dusta itu, sekalipun asal hukumnya adalah diharamkan, tetapi dapat menjadi jaiz atau boleh dalam sebagian keadaan, yakni dengan beberapa syarat yang sudah saya terangkan dalam kitab Al-Adzkar. Adapun keringkasannya keterangan tersebut ialah bahwasanya pembicaraan itu adalah sebagai perantaraan untuk menuju kepada sesuatu maksud. Maka dari itu, semua maksud yang baik yang untuk menghasilkannya itu dapat dilakukan tanpa berdusta, maka berdusta dalam keadaan sedemikian adalah haram, tetapi jikalau tidak mungkin dihasilkannya melainkan dengan berdusta maka bolehlah berdusta itu. Selanjutnya, apabila menghasilkan maksud itu merupakan sesuatu yang mubah, yakni boleh saja hukumnya, maka berdusta di situ juga mubah hukumnya, sedang jikalau menghasilkannya itu merupakan sesuatu yang wajib, maka berdusta itupun menjadi wajib pula hukumnya. Misalnya jikalau ada seorang Muslim bersembunyi dari kejaran seorang yang zalim dan menginginkan akan membunuhnya atau hendak mengambil hartanya dan orang itu menyembunyikan hartanya, lalu ada seorang yang ditanya, maka wajiblah yang ditanya itu berdusta dengan maksud untuk menyembunyikan orang tersebut yakni yang akan dianiaya itu. Demikian pula jikalau di sisinya ada suatu titipan dan ada seorang zalim yang hendak mengambilnya, maka wajiblah yang dititipi itu berdusta dengan maksud menyembunyikannya. Tetapi yang lebih berhati-hati dalam kesemuanya ini ialah supaya seorang itu melakukan tawriyah. Makna tawriyah itu ialah menggunakan sesuatu ibarat atau kata-kata yang tujuannya adalah benar yakni bukan merupakan kata-kata dusta, nisbat untuk dirinya sendiri, sekalipun tampaknya sebagai kata-kata dusta menurut lahiriyahnya lafaz yang diucapkan itu, nisbat bagi pemahaman orang yang diajaknya bercakap-cakap. Sekalipun demikian, andaikata ia tidak menggunakan tawriyah, lalu langsung saja menggunakan ucapan yang benar-benar dusta, maka hal itu pun tidak juga haram hukumnya dalam hal ini. Para ulama mengambil dalil tentang bolehnya berdusta itu ialah dengan Hadisnya Ummu Kultsum radhiallahu 'anha bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukannya orang yang berdusta apabila seorang itu bermaksud mengislahkan -yakni memperbaiki atau mendamaikan- antara para manusia -yang sedang berselisih-, lalu ia menyampaikan sesuatu berita yang baik-baik atau mengucapkan yang baik-baik." (Muttafaq 'alaih) Imam Muslim menambahkan dalam riwayatnya: Ummi Kultsum berkata: "Saya tidak pernah mendengar Rasulullah s.a.w. meringankan dalam segala sesuatu yang diucapkan oleh para manusia itu -perihal dusta-, melainkan dalam tiga keadaan, yaitu dalam peperangan, dalam mengislahkan antara para manusia dan ucapan seorang suami terhadap istrinya atau seorang istri terhadap suaminya -yang masing-masing itu untuk kemaslahatan keluarga-." (HR.riyadhus_shalihin : 261)
No Hadist 262

262 - باب الحثّ عَلَى التثبت فيما يقوله ويحكيه قَالَ الله تَعَالَى: {وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ} [الإسراء: 36] وقال تَعَالَى: {مَا يَلْفِظُ مِنْ قَولٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ} [ق: 18]. 1547 - وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه: أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «كَفَى بالمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ». رواه مسلم. 1548 - وعن سَمُرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَديثٍ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِينَ». رواه مسلم. 1549 - وعن أسماء رَضِيَ اللهُ عنها: أنَّ امْرأةً قالت: يَا رسولَ الله، إنَّ لِي ضَرَّةً فهل عَلَيَّ جُنَاحٌ إنْ تَشَبَّعْتُ مِنْ زَوْجِي غَيْرَ الَّذِي يُعْطِيني؟ فَقَالَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم: «المُتَشَبِّعُ بِما لَمْ يُعْطَ كَلاَبِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ». متفق عَلَيْهِ. «وَالمُتَشَبِّعُ»: هُوَ الَّذِي يُظْهِرُ الشَّبَعَ وَلَيْسَ بِشَبْعَان. ومعناهُ هُنَا: أَنْ يُظْهِرَ أنَّهُ حَصَلَ لَهُ فَضيلَةٌ وَلَيْسَتْ حَاصِلَةً. «وَلابِسُ ثَوْبَي زُورٍ» أيْ: ذِي زُورٍ، وَهُوَ الَّذِي يُزَوِّرُ عَلَى النَّاسِ، بِأنْ يَتَزَيَّى بِزِيِّ أهْلِ الزُّهْدِ أَو العِلْمِ أَو الثَّرْوَةِ، لِيَغْتَرَّ بِهِ النَّاسُ وَلَيْسَ هُوَ بِتِلْكَ الصِّفَةِ. وَقَيلَ غَيرُ ذَلِكَ واللهُ أعْلَمُ.

Bab 262. Memiliki Ketetapan -Keteguhan atau Kebenaran- Dalam Hal Apa Yang Diucapkan Atau Apa Yang Diceritakan  Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah engkau mengikuti pada sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengetahuan dalam hal itu." (al-Isra': 36) Allah Ta'ala berfirman pula: "Tidaklah seseorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan- dan 'Atid -pencatat keburukan-." (Qaf:18)  1544. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu dustanya apabila ia mengutarakan -mengatakan- segala sesuatu yang didengar olehnya." (Riwayat Muslim)  1545. Dari Samurah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang membicarakan sesuatu hadis dari saya -Nabi s.a.w.-, sedang ia mengetahui bahwa apa yang dibicarakan olehnya itu adalah dusta, maka ia adalah salah seorang diantara golongan kaum pendusta." (Riwayat Muslim)  1546. Dari Asma' radhiallahu 'anha bahwasanya ada seorang perempuan berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya ini mempunyai seorang madu, maka apakah kiranya saya memperoleh dosa jikalau saya berpura-pura kenyang dari suami saya itu selain yang ia berikan pada saya?" Nabi s.a.w bersabda: "Seseorang yang berpura-pura kenyang dengan sesuatu yang ia tidak diberi, maka ia adalah orang yang mengenakan dua macam pakaian kedustaan." (Muttafaq 'alaih) Almutasyabbi' ialah seseorang yang menampakkan dirinya sebagai seorang yang kenyang, padahal ia sebenarnya bukan seorang yang kenyang. Adapun maknanya di sini ialah bahwa ia menampakkan bahwa ia memperoleh sesuatu keutamaan -seperti pemberian dan lain-lain-, padahal sebenarnya ia tidak memperoleh itu. Adapun labisu tsaubai zurin yaitu yang menanggung kedustaan, maksudnya ialah memalsukan dirinya sendiri di hadapan orang banyak bahwa ia seolah-olah mengenakan pakaian ahli zuhud, ahli ilmu pengetahuan atau seorang yang berharta banyak dengan tujuan agar orang-orang itu tertipu oleh apa yang dilihatnya, padahal sebenarnya ia tidak memiliki sifat sebagaimana yang diperlihatkan kepada orang banyak itu. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa maksudnya tidak sebagaimana yang diuraikan di atas. Wallahu a'lam. (HR.riyadhus_shalihin : 262)
No Hadist 263

263 - باب بيان غلظ تحريم شهادة الزُّور قَالَ الله تَعَالَى: {وَاجْتَنِبوا قَوْلَ الزُّورِ} [الحج: 30]، وقال تَعَالَى: {وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ} [الإسراء: 36]، وقال تَعَالَى: {مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ} [ق: 18]، وقال تَعَالَى: {إنَّ رَبَّكَ لبالمِرْصَادِ} [الفجر: 16]، وقال تَعَالَى: {وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ} [الفرقان: 72].<br>1550 - وعن أَبي بَكْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «ألاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأكْبَرِ الكَبَائِرِ؟» قُلْنَا: بَلَى يَا رسولَ اللهِ. قَالَ: «الإشْراكُ باللهِ، وعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ» وكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ: «ألا وَقَولُ الزُّورِ». فما زال يُكَرِّرُهَا حَتَّى قلنا: لَيْتَهُ سَكَتَ . متفق عَلَيْهِ.

Bab 263. Haramnya Bersaksi Palsu&nbsp;&nbsp;&nbsp;Allah Ta'ala berfirman: &quot;Dan jauhilah perkataan palsu.&quot; (al-Haj:30) &nbsp;Allah Ta'ala juga berfirman: &quot;Janganlah engkau turut sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengertian dalam hal itu.&quot; (al-Isra': 36) &nbsp;Allah Ta'ala berfirman lagi: &quot;Tidaklah seseorang itu mengucapkan sesuatu ucapan, melainkan di sisinya ada malaikat Raqib -pencatat kebaikan - dan malaikat 'Atid -pencatat keburukan-.&quot; (Qaf: 18) &nbsp;Allah Ta'ala berfirman pula: &quot;Sesungguhnya Tuhanmu itu senantiasa mengawasi.&quot;(Al-Fajr: 14)&nbsp;Allah Ta'ala berfirman pula: &quot;Dan mereka itu adalah orang-orang yang tidak suka menjadi saksi palsu.&quot; (al-Furqan:72) &nbsp;1547, Dari Abu Bakrah r.a., katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Tidakkah engkau semua suka kalau saya memberitahukan kepadamu semua tentang sebesar-besarnya dosa besar.&quot; Kita -yakni para sahabat- berkata: &quot;Baiklah, ya Rasulullah.&quot; Beliau s.a.w. lalu bersabda: &quot;Yaitu menyekutukan kepada Allah, berani melawan kepada kedua orang tua,&quot; semula beliau s.a.w. bersandar lalu duduk, kemudian bersabda: &quot;Ingatlah, juga perkataan palsu dan menjadi saksi palsu.&quot; Tidak henti-hentinya beliau s.a.w. itu mengulang-ulangi sabdanya yang terakhir ini, sehingga kita mengucapkan: &quot;Alangkah baiknya kalau beliau diam.&quot; (Muttafaq 'alaih) (HR.riyadhus_shalihin : 263)
No Hadist 264

264 - باب تحريم لعن إنسان بعينه أَوْ دابة 1551 - عن أَبي زيدٍ ثابت بن الضَّحَّاك الأنصاريِّ - رضي الله عنه - وَهُوَ من أهلِ بَيْعَةِ الرِّضْوَانِ، قَالَ: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ بِمِلَّةٍ غَيْرِ الإسْلاَمِ كاذِبًا مُتَعَمِّدًا، فَهُوَ كَما قَالَ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيءٍ، عُذِّبَ بِهِ يَومَ القِيَامَةِ، وَلَيْسَ عَلَى رَجُلٍ نَذْرٌ فيما لا يَمْلِكُهُ، وَلَعْنُ المُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ». متفق عَلَيْهِ. 1552 - وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه: أنَّ رسُولَ الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «لاَ يَنْبَغِي لِصِدِّيقٍ أَنْ يَكُونَ لَعَّانًا». رواه مسلم. 1553 - وعن أَبي الدرداءِ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «لاَ يَكُونُ اللَّعَانُونَ شُفَعَاءَ، وَلاَ شُهَدَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ ». رواه مسلم . 1554 - وعن سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم: «لاَ تَلاَعَنُوا بِلَعْنَةِ اللهِ، وَلاَ بِغَضَبِهِ، وَلاَ بِالنَّارِ». رواه أَبُو داود والترمذي، وقال: «حديث حسن صحيح». 1555 - وعن ابن مسعود - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «لَيْسَ المُؤْمِنُ بالطَّعَّانِ ، وَلاَ اللَّعَّانِ، وَلاَ الفَاحِشِ، وَلاَ البَذِيِّ ». رواه الترمذي، وقال: «حديث حسن». 1556 - وعن أَبي الدرداء - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «إنَّ العَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا، صَعدَتِ اللَّعْنَةُ إِلَى السَّماءِ، فَتُغْلَقُ أبْوابُ السَّمَاءِ دُونَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى الأرْضِ، فَتُغْلَقُ أبْوابُهَا دُونَها، ثُمَّ تَأخُذُ يَمينًا وَشِمالًا، فَإذا لَمْ تَجِدْ مَسَاغًا رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فإنْ كَانَ أهْلًا لِذلِكَ، وإلاَّ رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا». رواه أَبُو داود. 1557 - وعن عمران بن الحُصَيْنِ رضي الله عنهما، قَالَ: بَيْنَمَا رسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - في بَعْضِ أسْفَارِهِ، وَامْرأةٌ مِنَ الأنْصَارِ عَلَى نَاقَةٍ، فَضَجِرَتْ فَلَعَنَتْهَا، فَسَمِعَ ذَلِكَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم - فقالَ: «خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا؛ فَإنَّهَا مَلْعُونَةٌ». قَالَ عمْرانُ: فَكَأنِّي أَرَاهَا الآنَ تَمْشِي في النَّاسِ مَا يَعْرِضُ لَهَا أحَدٌ. رواه مسلم. 1558 - وعن أَبي بَرْزَةَ نَضْلَةَ بْنِ عُبَيْدٍ الأَسْلَمِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: بَيْنَمَا جَارِيَةٌ عَلَى نَاقَةٍ عَلَيْهَا بَعْضُ مَتَاعِ القَوْمِ. إِذْ بَصُرَتْ بِالنَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - وَتَضَايَقَ بِهِمُ الجَبَلُ فَقَالَتْ: حَلْ، اللَّهُمَّ الْعَنْهَا. فَقَالَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم: «لاَ تُصَاحِبْنَا نَاقَةٌ عَلَيْهَا لَعْنَةٌ». رواه مسلم. قَوْله: «حَلْ» بفتح الحاء المهملة وَإسكانِ اللاَّم: وَهِيَ كَلِمَةٌ لِزَجْرِ الإبِلِ. وَاعْلَمْ أنَّ هَذَا الحَدِيثَ قَدْ يُسْتَشكَلُ مَعْنَاهُ، وَلاَ إشْكَالَ فِيهِ، بَلِ المُرَادُ النَّهْيُ أَنْ تُصَاحِبَهُمْ تِلْكَ النَّاقَةُ، وَلَيْسَ فِيهِ نَهْيٌ عَنْ بَيْعِهَا وَذَبْحِهَا وَرُكُوبِهَا فِي غَيْرِ صُحْبَةِ النبيّ - صلى الله عليه وسلم - بَلْ كُلُّ ذَلِكَ وَمَا سِوَاهُ مِنَ التَّصَرُّفَاتِ جائِزٌ لا مَنْعَ مِنْهُ، إِلاَّ مِنْ مُصَاحَبَةِ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - بِهَا؛ لأنَّ هذِهِ التَّصَرُّفَاتِ كُلَّهَا كَانَتْ جَائِزَةً فَمُنِعَ بَعْض مِنْهَا، فَبَقِيَ البَاقِي عَلَى مَا كَانَ، واللهُ أَعلم.

Bab 264. Haramnya Melaknat -Mengutuk- Diri Seseorang Atau Terhadap Binatang&nbsp;&nbsp;1548. Dari Abu Zaid, yaitu Tsabit bin adh-Dhahhak al-Anshari r.a dan ia adalah termasuk golongan ahli bai'atur ridhwan, katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Barangsiapa bersumpah dengan agama selain Islam dengan dusta lagi sengaja -misalnya ia berkata-: &quot;Demi Allah, kalau saya melakukan begini, maka saya masuk agama Yahudi atau Kristen, maka orang itu adalah sebagaimana apa yang diucapkan -yakni kalau yang disumpahkan itu terjadi-, orang tersebut hukumnya menjadi kafir kalau ketetapan hatinya akan memeluk agama itu. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu benda -yakni bunuh diri-, maka ia akan disiksa pada hari kiamat dengan benda yang digunakan untuk bunuh diri itu. Seseorang itu tidak perlu memenuhi nazar kepada sesuatu yang ia tidak memilikinya -atau tidak mampu melakukannya-, sedangkan melaknat -mengutuk- kepada seorang mu'min itu adalah sama dengan membunuhnya.&quot; (Muttafaq 'alaih) &nbsp;1549. Dari Abu Hurairah r.a.,: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Tidak seyogyanyalah bagi seorang yang ahli berkata benar itu kalau menjadi seorang yang suka melaknat.&quot; (Riwayat Muslim) &nbsp;1550. Dari Abuddarda' r.a., katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Orang-orang yang suka melaknat itu tidak akan dapat menjadi orang-orang yang memberikan syafa'at serta sebagai saksi pada hari kiamat.&quot; (Riwayat Muslim) &nbsp;1551. Dari Samurah bin Jundub r.a., katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Janganlah engkau semua saling laknat melaknati dengan menggunakan kata-kata Allah melaknat, jangan pula dengan kata-kata Allah memurkai ataupun dengan kata-kata masuk neraka.&quot; Diriwayatkan oleh Imam-Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan shahih. &nbsp;1552. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Bukannya seorang mu'min yang suka mencemarkan nama orang, atau yang suka melaknat dan bukan pula yang berbuat kekejian serta yang kotor mulutnya.&quot; Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan. &nbsp;1553. Dari Abuddarda' r.a., katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Sesungguhnya seorang hamba itu apabila melaknat kepada sesuatu, maka naiklah kelaknatannya itu ke langit, lalu ditutuplah pintu-pintu langit itu agar tidak masuk ke dalamnya, kemudian turun kembali ke bumi lalu ditutuplah pintu-pintu yang menuju ke arah bumi itu agar tidak dapat masuk ke dalamnya, selanjutnya ia bolak-balik ke kanan dan ke kiri. Seterusnya apabila tidak lagi ia memperoleh jalan masuk, maka kembalilah ia kepada orang yang dilaknat, jikalau yang dilaknat memang benar-benar sebagaimana isi yang dilaknatkan, maka kelaknatan itupun tetap berada dalam diri orang ini, tetapi jikalau tidak, maka kembalilah ia kepada orang yang mengucapkannya -sehingga ia akan memperoleh bencana dengan sebab ucapan laknatnya tersebut-.&quot; (Riwayat Abu Dawud) &nbsp;1554. Dari 'Imran bin al-Hushain radhiallahu 'anhuma, katanya: &quot;Pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. dalam salah satu perjalanannya dan di situ ada seorang wanita dari golongan sahabat Anshar menaiki unta. Wanita itu agaknya kesal -pada untanya itu-, lalu melaknatinya. Kemudian Rasulullah s.a.w. mendengar ucapannya itu, lalu bersabda: &quot;Ambillah apa-apa yang ada di atas unta itu dan biarkanlah ia berjalan -tanpa beban apa-apa-, sebab ia sudah mendapat laknat.&quot; 'Imran berkata: &quot;Seolah-olah saya masih dapat melihat sekarang ini, unta itu berjalan di kalangan para manusia dan tidak seorangpun yang ambil perhatian padanya.&quot; (Riwayat Muslim) &nbsp;1555. Dari Abu Barzah, yaitu Nadhlah bin 'Ubaid al-Aslami r.a., katanya: &quot;Pada suatu ketika ada seorang gadis berada di atas untanya dan di situ ada sementara harta benda kaum -orang banyak-, tiba-tiba ia melihat Nabi s.a.w. -yang hendak berjalan di situ pula sedangkan jalan di gunung sudah sempit karena banyak orang-, lalu gadis itu berkata: &quot;Ayo -segera jalan-! Ya Allah laknatilah unta ini.&quot; Nabi s.a.w. lalu bersabda: &quot;Janganlah mengawani kita seekor unta yang sudah terkena laknat ini.&quot; (Riwayat Muslim) Ucapannya &quot;Hal&quot; dengan fathahnya ha' muhmalah dan sukunnya lam, yaitu sebagai kata bentakan terhadap unta. Ketahuilah bahwa hadis ini kadang-kadang dipersukar arti dan maknanya, padahal tiada kesukaran samasekali dalam mengartikan itu. Adapun maksudnya ialah untuk melarang kalau unta yang sudah dilaknati itu mengawani mereka -yakni orang-orang yang dalam perjalanan-. Jadi sama sekali tidak ada larangan untuk menyembelihnya dan menaikinya asalkan tidak berkawankan dengan Nabi s.a.w. Maka semua yang di atas itu juga lain-lain penggunaan terhadap unta itu adalah tetap boleh dan tiada halangan sama sekali, kecuali hanya dilarang untuk mengawani Nabi s.a.w. dalam seperjalanan, karena penggunaan kesemuanya itu memang jaiz. Kalaupun ada sebagian yang dilarang -yakni mengawani Nabi s.a.w. dalam seperjalanan-, maka untuk maksud yang lain-lain tetap dibolehkan. Wallahu a'lam.&nbsp;Informasi Tambahan:Melaknat adalah suatu perbuatan yang buruk, kata-kata yang dikeluarkanpun sangat buruk, seperti : Keparat, Hai Bodoh, Dasar tolol, Hai Binatang -sebagai ganti suatu nama binatang yang menjijikan-, Gila kamu, Hai Idiot, dan kata-kata senada lainnya yang saat ini sering didengar disekolah-sekolah umum yang merupakan bahasa pergaulan sehari-hari. Seringkali melaknat tersebut dijadikan do'a, seperti : Binasa kamu, Mati saja kamu, semoga kamu tertabrak mobil, semoga kamu terkena penyakit, semoga kamu masuk neraka, dan ucapan-ucapan lainnya yang menginginkan keburukan kepada yang dilaknati. Maka bila kita orang mu'min, jangan melakukan hal-hal diatas, kendatipun kepada binatang dan pohon, apalagi kepada manusia. Termasuk juga jangan melaknat kendaraan kita yang saat ini memang tidak berupa hewan, namun berupa motor atau mobil. Misalkan dengan berkata, &quot;Dasar motor sialan!&quot;. Juga jangan melaknat rumah, gedung sekolah dan benda-benda lainnya. Cukupkanlah diri kita dengan berkata yang baik-baik. (HR.riyadhus_shalihin : 264)
No Hadist 265

265 - باب جواز لعن أصحاب المعاصي غير المعينين قَالَ الله تَعَالَى: {ألاَ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الظَّالِمِينَ} [هود: 18]، وقال تَعَالَى: {فَأَذَّنَ مُؤَذِّنٌ بَيْنَهُمْ أَنْ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الظَّالِمِينَ} [الأعراف: 44]. وَثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ أَنَّ رَسُولَ الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «لَعنَ اللهُ الوَاصِلَةَ وَالمُسْتَوْصِلَةَ » وَأنَّهُ قَالَ: «لَعَنَ اللهُ آكِلَ الرِّبَا» وأنَّهُ لَعَنَ المُصَوِّرِينَ ، وأنَّهُ قَالَ: «لَعَنَ اللهُ مَنْ غيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ» أيْ حُدُودَهَا، وأنَّهُ قَالَ: «لَعَنَ اللهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ البَيْضَةَ» ، وأنَّهُ قَالَ: «لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيهِ» وَ «لَعَنَ اللهُ من ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ»، وَأنَّه قَالَ: «مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَة والنَّاسِ أجْمَعينَ» ، وأنَّه قَالَ: «اللَّهُمَّ الْعَنْ رِعْلًا، وَذَكْوَانَ، وعُصَيَّةَ: عَصَوُا اللهَ وَرَسُولَهُ» وهذِهِ ثَلاَثُ قَبَائِلَ مِنَ العَرَبِ. وأنَّه قَالَ: «لَعَنَ اللهُ اليَهُودَ اتَّخَذُوا قُبُورَ أنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ» وأنهُ «لَعَنَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بالنِّساءِ والمُتَشَبِّهاتِ مِنَ النِّسَاءِ بالرِّجالِ» . وَجَميعُ هذِهِ الألفاظِ في الصحيح؛ بعضُها في صَحيحَيّ البُخاري ومسلمٍ، وبعضها في أحَدِهِمَا، وإنما قصدت الاختِصَارَ بالإشارةِ إِلَيهمَا، وسأذكر معظمها في أبوابها من هَذَا الكتاب، إن شاء الله تَعَالَى.

Bab 265. Bolehnya Melaknati Kepada Orang-orang Yang Mengerjakan Kemaksiatan Tanpa Menentukan Perorangannya&nbsp;&nbsp;Allah Ta'ala berfirman: &quot;Ingatlah bahwa laknat Allah adalah atas orang-orang yang menganiaya.&quot; (Hud: 18) &nbsp;Allah Ta'ala berfirman pula: &quot;Maka berserulah orang yang menyerukan bahwasanya laknat Allah adalah atas orang-orang yang menganiaya.&quot; (al-A'raf) &nbsp;Sudah tetap dalam Hadis shahih bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Allah melaknat kepada orang yang menghubungkan -menyambungkan- rambutnya dengan rambut orang lain serta orang yang meminta supaya rambutnya dihubungkan dengan rambut orang lain&quot; -lihat hadis no.1639-, sabdanya pula: &quot;Allah melaknat kepada orang yang memakan harta riba&quot; -hadis no.1612-, sabdanya lagi: &quot;Allah melaknat orang-orang yang menggambar -sesuatu yang bernyawa-, -lihat bab no.305-, sabdanya lagi: &quot;Allah melaknat orang yang mengubah-ubah batas-batas bumi&quot; yakni batas-batas yang ditentukan dalam bumi itu -menurut persetujuan negara-negara yang bersangkutan-, sabdanya lagi: &quot;Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur,&quot; sabdanya lagi: &quot;Allah melaknat orang yang melaknat kepada kedua orang tuanya&quot; -Hadis no.338-, juga &quot;Allah melaknat orang yang menyembelih selain karena Allah,&quot; juga sabdanya: &quot;Barangsiapa yang melakukan sesuatu kemungkaran atau memberi tempat perlindungan kepada orang yang melakukan kemungkaran, maka atasnya adalah laknat Allah, seluruh malaikat serta sekalian manusia&quot; -hadis no.1801- Sabdanya lagi: &quot;Ya Allah, laknatilah kepada kabilah-kabilah Ri'l, Dzakwan dan 'Ushayyah, mereka semua itu bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.&quot; Ini adalah nama tiga kabilah bangsa Arab, juga sabdanya: &quot;Allah melaknat kepada kaum Yahudi, mereka menggunakan makam-makam nabi-nabi mereka sebagai masjid,&quot; demikian pula sabdanya: &quot;Allah melaknat kepada orang-orang lelaki yang menyerupakan dirinya sebagai orang-orang perempuan dan orang-orang perempuan yang menyerupakan dirinya sebagai orang-orang lelaki.&quot; -Hadis 1628- Semua lafaz-lafaz di atas itu tercantum dalam hadis shahih bahkan sebagiannya adalah di dalam kedua kitab shahihnya Imam-Imam Bukhari dan Muslim, sebagian lagi di salah satu dan kedua kitab shahih itu. Sesungguhnya saya bermaksud meringkaskannya dengan cukup menunjukkan pada Hadis-hadis itu saja, sedangkan sebagian besar akan saya uraikan dalam masing-masing babnya dari kitab ini. Insya Allah. (HR.riyadhus_shalihin : 265)
No Hadist 266

266 - باب تحريم سب المسلم بغير حق قَالَ الله تَعَالَى: {والَّذِينَ يُؤْذُونَ المُؤْمِنِينَ والْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا، فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتانًا وإثْمًا مُبِينًا} [الأحزاب: 58].<br>1559 - وعن ابن مسعود - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ، وَقِتالُهُ كُفْرٌ». متفق عَلَيْهِ. 1560 - وعن أَبي ذرٍ - رضي الله عنه: أنهُ سَمِعَ رسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يقول: «لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفِسْقِ أَوِ الكُفْرِ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كذَلِكَ». رواه البخاري. 1561 - وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه: أنَّ رسولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «المُتَسَابَّانِ مَا قَالاَ فَعَلَى البَادِي منهُمَا حَتَّى يَعْتَدِي المَظْلُومُ ». رواه مسلم. 1562 - وعنه، قَالَ: أُتِيَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِرَجُلٍ قَدْ شرِبَ قَالَ: «اضربوهُ» قَالَ أَبُو هريرةَ: فَمِنَّا الضارِبُ بيَدِهِ، والضَّارِبُ بِنَعْلِهِ، والضَّارِبُ بِثَوْبِهِ. فَلَمَّا انْصَرَفَ، قَالَ بَعْضُ القَوْمِ: أخْزَاكَ اللهُ! قَالَ: «لا تَقُولُوا هَذَا، لا تُعِينُوا عَلَيْهِ الشَّيْطَان». رواه البخاري. 1563 - وعنه، قَالَ: سَمِعْتُ رسولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يقول: «مَنْ قَذَفَ مَمْلُوكَهُ بِالزِّنَى يُقَامُ عَلَيْهِ الحَدُّ يَومَ القِيَامَةِ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ كَمَا قَالَ». متفق عَلَيْهِ.

Bab 266. Haramnya Memaki Orang Islam Tanpa Hak -Kebenaran-&nbsp;&nbsp;Allah Ta'ala berfirman: &quot;Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata.&quot; (al-Ahzab: 58) &nbsp;1556. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Mencaci-maki seorang Muslim adalah suatu kefasikan, sedang memeranginya -membunuhnya- adalah kekufuran.&quot; (Muttafaq 'alaih) &nbsp;1557. Dari Abu Zar r.a., bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Tidakkah seorang melemparkan kefasikan atau kekufuran kepada orang lain, melainkan akan kembalilah kefasikan atau kekufuran itu pada dirinya sendiri, jikalau yang dikatakan sedemikian itu bukan yang memiliki sifat tersebut.&quot; (Riwayat Bukhari) &nbsp;1558. Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Kedua orang yang saling maki-memaki itu dosanya adalah atas orang yang memulai diantara kedua orang itu, sehingga yang dianiaya melanggar -melebihi batas apa yang dikatakan oleh orang yang memulai tadi-.&quot; (Riwayat Muslim) &nbsp;1559. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: &quot;Nabi s.a.w. didatangi oleh para sahabatnya dengan membawa seorang yang minum arak. Beliau s.a.w. bersabda: &quot;Pukullah ia.&quot; Abu Hurairah berkata; &quot;Maka diantara kita ada yang memukul dengan tangannya, ada yang memukul dengan terompah -sandal- nya, ada yang memukul dengan bajunya.&quot; Setelah orang itu kembali, sebagian kaum -orang-orang tadi- ada yang berkata: &quot;Semoga engkau dihinakan oleh Allah.&quot; Lalu beliau s.a.w. bersabda: &quot;Janganlah engkau semua berkata demikian, janganlah memberi pertolongan kepada syaitan untuk menggoda orang ini -sehingga berbuat dosa kembali yang tidak dibenarkan oleh agama-.&quot; (Riwayat Bukhari) &nbsp;1560. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: &quot;Barangsiapa yang mendakwa -menuduh- berzina kepada hamba sahayanya, maka kepada yang mendakwa itu akan dilaksanakanlah had -hukuman- atas dirinya besok pada hari kiamat, kecuali kalau hamba sahaya itu memang berbuat sebagaimana yang dikatakan oleh orang itu.&quot; (Muttafaq 'alaih) (HR.riyadhus_shalihin : 266)
No Hadist 267

267 - باب تحريم سب الأموات بغير حق ومصلحةٍ شرعية وَهِيَ التَّحْذِيرُ مِنَ الاقْتِدَاء بِهِ في بِدْعَتِهِ، وَفِسْقِهِ، وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَفِيهِ الآيةُ والأحاديثُ السَّابِقَةُ في البَابِ قَبْلَهُ. 1564 - وعن عائشة رَضِيَ اللهُ عنها، قالت: قَالَ رسُولُ الله - صلى الله عليه وسلم: «لا تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ، فَإنَّهُمْ قَدْ أفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا». رواه البخاري.

Bab 267. Haramnya Memaki-maki Orang-orang Yang Sudah Mati Tanpa Adanya Hak -Kebenaran- Dan Kemaslahatan Syari'at&nbsp;&nbsp;Ini adalah menakut-nakuti daripada meniru orang tersebut dengan kelakuan bid'ahnya, kefasikannya atau lain-lain sebagainya. Dalam bab ini ada ayat dan Hadis-hadis sebagaimana yang tercantum di muka dalam bab sebelum ini. &nbsp;1561. Dari 'Aisyah radhiallahu'anha, katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Janganlah engkau semua memaki-maki orang-orang yang sudah mati, sebab sesungguhnya mereka itu telah sampai kepada amalan-amalan mereka yang sudah dikerjakan dahulu -sewaktu di dunia, baik kebajikan atau kejahatan-.&quot; (Riwayat Bukhari) (HR.riyadhus_shalihin : 267)
No Hadist 268

268 - باب النهي عن الإيذاء قَالَ الله تَعَالَى: {والَّذِينَ يُؤْذُونَ المُؤْمِنِينَ والمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإثْمًا مُبِينًا} [الأحزاب: 58].<br>1565 - وعن عبدِ الله بن عمرو بن العاصِ رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم: «المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، والمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ». متفق عَلَيْهِ. 1566 - وعنه، قَالَ: قَالَ رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم: «مَنْ أحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ، ويُدْخَلَ الجَنَّةَ، فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ، وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ». رواه مسلم. وَهُوَ بعض حديثٍ طويلٍ سبق في بابِ طاعَةِ وُلاَةِ الأمُورِ.

Bab 268. Larangan Menyakiti -Yakni Berbuat Zhalim-&nbsp;&nbsp;Allah Ta'ala berfirman: &quot;Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu -kesalahan- yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata.&quot; (al-Ahzab: 58) &nbsp;1562. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Seorang Muslim itu ialah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya -yakni selamat dari kekejaman perkataan serta perbuatannya-. Seorang muhajir -yang hijrah- ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah.&quot; (Muttafaq 'alaih) &nbsp;1563. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma pula, katanya: &quot;Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa yang suka jikalau dijauhkan dari neraka dan dimasukkan dalam syurga, maka hendaklah -ketika- ia didatangi oleh kematiannya dan di waktu itu ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir -yakni hari kiamat-, juga hendaklah ia mendatangkan sesuatu -berbuat- kepada seluruh manusia yang sekiranya ia sendiri suka kalau sesuatu tadi didatangkan pada dirinya sendiri -yakni berbuat sesuatu kepada orang lain yang ia suka kalau hal itu diperlakukan pula atas dirinya sendiri-.&quot; Diriwayatkan oleh Imam Muslim dan ini adalah sebagian dari suatu hadis panjang yang sudah lampau uraiannya dalam bab 'Mentaati orang-orang yang memegang pemerintahan' -lihat hadis no.666-.&nbsp;Keterangan:Hadis diatas sangat dalam maknanya. Bila ingin mengetahui suatu perbuatan itu menyakiti orang lain atau tidak, maka hendaknya kita intropeksi diri sendiri, bagaimana bila diri kita yang diberlakukan seperti itu, apakah kita suka atau tidak? Sebelum memukul orang lain, hendaknya berpikir bagaimana bila diri kita yang dipukul, apakah kita suka menerimanya? Sebelum berbuat jahat kepada orang lain, hendaknya berpikir bagaimana bila kita yang dijahati orang lain, apakah suka? Begitupun sebaliknya, bila kita suka diberi hadiah, tentulah orang lainpun sama, senang diberi hadiah oleh kita. Bila kita suka orang lain senyum dan ramah tamah kepada kita, tentu orang lainpun senang diperlakukan seperti itu oleh kita. Dengan demikian, bila semua orang meyakini dan mempraktekan isi hadis ini, tentulah semuanya akan saling menjaga hak-hak orang lain, dan tidak akan menyakiti orang lain. (HR.riyadhus_shalihin : 268)
No Hadist 269

269 - باب النهي عن التباغض والتقاطع والتدابر قَالَ الله تَعَالَى: {إنَّمَا المُؤْمِنُونَ إخْوَةٌ} [الحجرات: 10]، وقال تَعَالَى: {أذِلَّةٍ عَلَى المُؤمِنينَ أعِزَّةٍ عَلَى الكَافِرينَ} [المائدة: 54]، وقال تَعَالَى: {مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ} [الفتح: 29].<br>1567 - وعن أنس - رضي الله عنه: أنَّ النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «لاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَقَاطَعُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إخْوَانًا، وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ». متفق عَلَيْهِ. 1568 - وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه: أنَّ رسولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «تُفْتَحُ أبْوابُ الجَنَّةِ يَوْمَ الإثْنَيْنِ ويَوْمَ الخَمْيِسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلاَّ رَجُلًا كَانَتْ بينهُ وَبَيْنَ أخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ: أنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا! أَنْظِرُوا هَذَينِ حَتَّى يَصْطَلِحَا!». رواه مسلم. وفي روايةٍ لَهُ: «تُعْرَضُ الأعْمالُ في كُلِّ يَوْمِ خَمِيسٍ وإثْنَيْن» وذَكَرَ نَحْوَهُ.

Bab 269. Larangan Saling Membenci, Memutuskan Ikatan Persahabatan Dan Saling Membelakangi -Tidak Saling Menyapa-&nbsp;&nbsp;Allah Ta'ala berfirman: &quot;Sesungguhnya orang-orang mu'min itu adalah bersaudara.&quot; (al-Hujurat: 10) &nbsp;Allah Ta'ala juga berfirman: &quot;-Kaum mu'minin itu- yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.&quot; (al-Maidah: 54)&nbsp;Allah Ta'ala berfirman lagi: &quot;Muhammad adalah Rasulullah -utusan Allah- dan orang-orang yang besertanya adalah orang-orang yang bersikap keras terhadap kaum kafirin serta saling sayang menyayangi antara sesama mereka -kaum Muslimin-.&quot; (al-Fath: 39) &nbsp;1564. Dari Anas r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: &quot;Janganlah engkau semua saling benci membenci, saling dengki mendengki, saling belakang membelakangi dan saling putus memutuskan -ikatan persahabatan atau kekeluargaan- dan jadilah engkau semua wahai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidaklah halal bagi seorang Muslim kalau ia meninggalkan -yakni tidak menyapa- saudaranya lebih dari tiga hari.&quot; (Muttafaq 'alaih) &nbsp;1565. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: &quot;Pintu-pintu syurga itu dibuka pada Senin dan Kamis, lalu diampunkanlah bagi setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan seseorang yang antara dirinya dengan saudaranya itu ada rasa kebencian -dalam hati-, lalu dikatakanlah -yakni Allah berfirman kepada malaikatnya-: &quot;Nantikanlah dulu kedua orang ini, sehingga keduanya berdamai kembali. Nantikanlah kedua orang ini, sehingga keduanya berdamai kembali.&quot; (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam Muslim juga disebutkan: &quot;Ditunjukkanlah semua amalan -manusia kepada Tuhan- pada setiap hari Kamis dan Senin,&quot; lalu disebutkanlah bunyi hadis yang lanjutannya sama dengan di atas. (HR.riyadhus_shalihin : 269)
No Hadist 270

270 - باب تحريم الحسد وَهُوَ تمني زوالُ النعمة عن صاحبها، سواءٌ كَانَتْ نعمة دينٍ أَوْ دنيا قَالَ الله تَعَالَى: {أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ} [النساء: 54] وفِيهِ حديثُ أنسٍ السابق في الباب قبلَهُ . 1569 - وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه: أنَّ النَّبيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «إيَّاكُمْ وَالحَسَدَ؛ فَإنَّ الحَسَدَ يَأكُلُ الحَسَنَاتِ كَمَا تَأكُلُ النَّارُ الحَطَبَ» أَوْ قَالَ: «العُشْبَ». رواه أَبُو داود.

Bab 270. Haramnya Hasad -Dengki- Yaitu Mengharapkan Lenyapnya Sesuatu Kenikmatan Dari Pemiliknya, Baikpun Yang Berupa Kenikmatan Urusan Agama Atau Urusan Keduniaan&nbsp;&nbsp;Allah Ta'ala berfirman: &quot;Apakah mereka -yakni orang-orang yang terkena laknat- itu mendengki -atau iri hati- kepada orang-orang lain karena keutamaan -yakni karunia- yakni diberikan Allah kepada mereka ini?&quot; (an-Nisa': 54) &nbsp;Dalam bab ini termasuk pulalah Hadisnya Anas r.a., yang lalu dalam bab sebelum ini -lihat Hadis no.1564-. &nbsp;1566. Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: &quot;Takutlah engkau semua pada sifat dengki -iri hati-, sebab sesungguhnya dengki itu dapat memakan -yakni menghabiskan- kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar&quot; atau sabdanya: &quot;memakan rumput.&quot; (Riwayat Abu Dawud) [Baca Status Hadis Disini]&nbsp;Keterangan:Seorang yang tidak gembira kalau saudaranya mendapatkan sesuatu, sedangkan ia sendiri akan gembira kalau memperolehnya, maka orang yang sedemikian ini disebut orang dengki. Menurut Imam Al-Ghazali kedengkian itu ada tiga macam, yaitu: &nbsp;Menginginkan agar kenikmatan orang lain itu hilang dan ia dapat menggantikannya. Menginginkan agar kenikmatan orang lain itu hilang, sekalipun ia tidak dapat menggantikannya, baik karena merasa mustahil bahwa dirinya akan dapat menggantikannya atau memang kurang senang memperolehnya atau sebab lain-lain. Pokoknya asal orang itu jatuh, ia gembira. Ini adalah lebih jahat dari kedengkian yang pertama. Tidak ingin kalau kenikmatan orang lain itu hilang, tetapi ia benci kalau orang itu akan melebihi kenikmatan yang dimilikinya sendiri. Inipun terlarang, sebab ia jelas tidak ridha dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah. Ada suatu sifat lain yang bentuknya seolah-olah seperti dengki, tetapi samasekali bukan termasuk kedengkian, bukan pula suatu sifat yang buruk dan jahat, sebaliknya malahan merupakan sifat utama dan terpuji. Apakah itu? Sifat itu dinamakan ghibthah. Marilah kita selidiki apa makna ghibthah itu? Ghibthah ialah suatu kesadaran atau suatu keinsafan yang tumbuh dari akal fikiran manusia yang berjiwa besar dan luhur. Ia sadar dan insaf akan kekurangan atau kemunduran yang ada di dalam dirinya, kemudian setelah menyadari dan menginsafi hal itu, lalu ia bekerja keras, berusaha mati-matian agar dapat sampai kepada apa-apa yang telah dapat dicapai kawannya, tanpa disertai kedengkian dan iri hati. Sekalipun ia menginginkan mendapatkan apa yang telah didapatkan oleh orang lain, namun hatinya tetapi bersih, sedikitpun tidak mengharapkan agar kenikmatan orang lain lenyap atau hilang daripadanya. Manusia yang bersifat ghibthah senantiasa menginginkan petunjuk dan nasihat, bagaimana dan jalan apa yang wajib ditempuhnya untuk menuju cita-citanya itu. Jadi ghibthah bukan sekali-kali dapat disamakan dengan dengki. seorang yang luhur budi, tidak berjiwa kintel yang dapat memiliki sifat ini. Ringkasnya apabila ia mengetahui sesuatu yang berupa kenikmatan dan kebaikan apapun yang ada dalam pribadi orang lain, ia tidak hanya terus berangan-angan kosong tanpa berusaha dan tidak pula mendengki orangnya, juga tidak mengharapkan lenyapnya kenikmatan atau kebaikan tadi daripadanya, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah kepada dirinya sendiri atau tidak. Sebaliknya ia makin menggiatkan usaha untuk mencapainya, bahkan kalau dapat melebihi adalah lebih baik lagi. Ia ingin memperoleh ketinggian sebagaimana orang lain yang dilihatnyapun belum puas sehingga berada di atasnya, belum rela hatinya sehingga yang diperolehnya itu adalah kenikmatan yang lebih tinggi nilainya. Ini bukan bersaing, sebab jalan yang dilaluinya adalah wajar. Misalkan seorang pedagang, ia tidak merusak harga pasaran pada umumnya, tidak pula menghasut pembeli dengan mengatakan bahwa barang yang dijual oleh orang lain itu berkwalitet jelek atau barang palsu atau dengan menempuh jalan yang tidak terhormat menurut ukuran masyarakat yang sopan. Jadi keuntungan yang didapatkan adalah wajar dan cara memperolehnya pun wajar pula. Kalaupun hal semacam di atas ada sebagian orang yang menyebutkan bersaing, tetapi persaingan itu adalah sehat, bukan persaingan secara akal bulus. Dari uraian di atas, kita dapat mengerti bahwa manakala dengki itu hanya dimiliki oleh manusia yang berjiwa rendah dan mendorongnya untuk berangan-angan kosong untuk mendapatkan kenikmatan yang dimiliki orang lain, tetapi ghibthah malahan sebaliknya itu, sebab ghibthah inilah pendorong utama untuk beramal dan berusaha agar mendapat kebaikan dan kenikmatan yang diidam-idamkan, sama sekali tidak disertai rasa ingin melakukan sesuatu keburukan apapun pada orang lain. Ia ingin sama-sama hidup dan bekerjasama secara sebaik-baiknya. Jadi perbedaan antara kedua macam sifat dan akhlak itu jauh sekali, sejauh antara jarak langit dengan bumi. Dengki adalah tercela dan pendengki adalah sangat terkutuk, sedangkan ghibthah adalah terpuji dan pengghibthah adalah sangat terhormat. (HR.riyadhus_shalihin : 270)